memantaskan diri dalam islam

Dalamkitab Al Fatawa Syar'iyyah Lil Hushoin, hlm.166. PERTANYAAN:"Apa hukumnya orang yang membunuh dirinya untuk membunuh sekelompok orang Yahudi? JAWAB:"Yang menjadi pendapat saya dan telah kami tegaskan berulang kali bahwa ini tidak benar karena itu termasuk membunuh jiwa. Dan Allah berfirman: "Janganlah kalian membunuh diri kalian". KisahDua Tukang Sol (bag 5): Memantaskan Diri Untuk Sukses. By Rahmat Mr. Power January 1, 2017. Ini adalah kelanjutan dari cerita motivasi yang berjudul Kisah Dua Tukang Sol, sudah tertulis 4 bagian. Bagi Anda yang belum membaca kisah sebelumnya, tentu saja akan lebih baik dan nyambung jika membaca kisah pada bagian sebelumnya. Maksuddari memantaskan diri adalah berusaha berbenah diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karena janji Allah, orang baik pasti akan dijodohkan dengan yang baik pula begitu juga sebaliknya, sebagaimana yang telah Allah tegaskan pada Surah an-Nur ayat 26: Tipsmemantaskan diri. 1. Belajar taat pada syariat Islam. Belajarlah taat pada syariat Islam. Sebab ketaatan kepada Allah adalah telah membangun pribadi yang berkomitmen. Kalau di hadapan Allah yang tak terlihat saja ia taat, maka Insyaa Allah ia pun siap untuk menikah. . 2. Pelajari cara berumah tangga Rasul dan sahabat. Sebetulnyatidak ada yang salah untuk memantaskan diri untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Allah SWT berfirman, "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Partnersuche Für Akademiker Und Singles Mit Niveau. Bertahun-tahun yang lalu, istilah “memantaskan diri” menjadi sebuah primadona. Kalimatnya berbau romantis sekaligus sakral, merujuk pada usaha keras memperjuangkan sebuah hubungan salah satu caranya dengan memperbaiki diri sendiri. Karena katanya orang yang baik akan bersama orang yang baik pula. Jadi, aku pun mulai melakukan banyak perbaikan besar. Jadi senang masak, karena katanya c0wok suka cewek yang bisa masak, dan lain sebagainya. Hingga akhirnya aku sadar suatu harus mengubah diri sendiri agar bisa diterima oleh orang lain? Bukankah, semestinya kita mengubah diri agar bisa diterima oleh diri sendiri? Mengapa harus membuang kebiasaan-kebiasaan buruk agar tidak ditinggalkan pasangan? Bukankah semestinya hal-hal buruk itu ditinggalkan agar kita menjadi lebih baik untuk diri sendiri? Ternyata selama ini aku memaknai kalimat itu dengan keliru. Memantaskan diri, semestinya bukan untuk siapa pun pasanganku nanti, melainkan untuk diriku sendiri. Apa bedanya? Banyak aku memaknai memantaskan diri sebagai upaya menjadi “layak” untuk pasangan. Hingga aku berusaha “mencari” dari luarDulu tujuanku memantaskan diri adalah supaya disegerakan jodohnya. Agar aku tak lagi-lagi mengalami sakitnya patah hati. Karenanya, tanpa sadar aku menjadikan diriku objek untuk sebuah standar dari luar. Aku jadi terpaku pada apa yang diinginkan oleh pasanganku. Perempuan seperti apa sih yang dia suka? Hobi apa yang membuat nilaiku di matanya bertambah? Sikap apa yang harus kupunya supaya dia semakin sayang? Dia suka sama selebgram ini, oh, berarti aku harus menjadi seperti si selebgram. Aku selalu bertanya apa yang membuatnya nyaman, sampai aku lupa bertanya pada diriku sendiri apa yang membuatku konten menarik seputar mencintai diri sendiri Beragam Rumus Self Love dari Podcast. Pengingat Betapa Berharganya DirimuSemestinya aku mencari dari dalam diriku. Sebab mengikuti standar dari luar itu melelahkanPadahal seharusnya kucari dalam diriku sendiri Photo by Elina Sazonova via Mungkin nggak pernah ada definisi yang mutlak untuk sebuah kata “pantas”. Sebab yang pantas pagi A, belum tentu pantas bagi B dan C. Oleh karena itu, sebuah kesalahan bila aku mencari referensi kepantasan diri dari luar diriku. Mungkin itulah yang membuat proses ini terasa sangat melelahkan. Sebab mengikuti standar dari orang lain itu berat. Karena aku ingin menjadi seseorang yang pantas untuknya maka aku pun mati-matian mengikuti “seleranya”. Kuabaikan semua potensi diri sendiri dan menjadi seseorang yang dia mau. Ah, lelah sekali rasanya menjadi seseorang yang bukan ketika kabar baik tak datang juga, aku sibuk menyalahkan diri sendiri. Apa diri ini memang tak layak dicintai?ketika gagal jadi menyalahkan diri sendiri Photo by Tomas Williams via Segalanya memburuk ketika apa yang kuharapkan tak sejalan dengan kenyataan. Apa yang kuperjuangkan ternyata harus direlakan. Apa yang mati-matian kupertahankan ternyata harus dilepaskan. Ketika hal ini terjadi, aku justru menyalahkan diriku sendiri. Dalam benakku yang polos ini, percaya bahwa dia pergi karena ada sesuatu yang salah dari diriku. Sesuatu yang membuatku nggak layak untuk dicintai. Apakah aku memang kurang pantas untuk diperjuangkan sepenuh hati?Kini aku mengerti bahwa “memantaskan diri” yang sesungguhnya bukan untuk orang lain melainkan diriku sendirimemantaskan diri untuk diri sendiri Photo by visionPic via Sesal dan geli itu selalu datang setiap aku mengingat kebodohan di masa lalu. Pemahaman yang salah atas konsep memantaskan diri itu ternyata punya dampak yang begitu besar. Setelah bercak-bercak hitam dalam perjalanan hubungan, kini aku mengerti satu hal. Memantaskan diri yang digembor-gemborkan itu semestinya bukan untuk orang lain. Bukan pacarku saat ini, atau siapa pun jodohku nanti. Satu-satunya yang layak menerima hasil akhir dari upaya meningkatkan kualitas diri ini … ya diriku sendiri. Penentu standar pantas dan nggak pantas itu juga diriku membenahi diri bukan agar layak dicintai orang lain, melainkan agar aku bisa mencintai diriku sendiriagar bisa mencintai diri sendiri Photo by Leah Kelley from Pexels via Mudahnya begini. Bagaimana aku bisa berharap seseorang mencintai dan memperjuangkanku sampai akhir, bila aku nggak bisa mencintai diriku sendiri? Bagaimana orang bisa menghargai setiap potensi dalam diriku ini bila aku sendiri nggak bisa menghargainya sendiri? Sebelum aku melaju ke mana-mana, semestinya kubenahi diri ini untuk diriku sendiri. Aku menuntut diriku sendiri untuk begini dan begitu, agar aku tidak lagi menatap cermin dengan sebuah pertanyaan sesal “kenapa aku begini?” yang menggelanyuti aku sadar bahwa sosok yang bisa kucintai ini, akan mudah dicintai pula oleh orang lainmudah pula dicintai orang lain Photo by Priscilla Du Preez via Mengapa menjadi sosok yang bisa dicintai oleh diri sendiri ini penting? Karena dengan begitu, aku bisa meraih mimpi-mimpiku. Aku berani dan memercayai diriku sendiri untuk mencoba hal-hal baru dan berkembang. Aku mengizinkan diriku sendiri untuk terus belajar sehingga diri ini kaya dengan ilmu. Aku memberi hak seluas-luasnya kepada diriku sendiri untuk menemukan potensi dan mengubahnya menjadi prestasi. Aku memberi kesempatan pada diriku untuk berkenalan dengan banyak orang dan tak gentar menjalin relasi. Diri yang seperti itu, bukankah mudah juga dicintai oleh orang lain?Memantaskan diri agar bisa dicintai oleh orang lain itu sangat melelahkan dan membuatmu terombang-ambing dalam ketidakpastian. Sebab apa yang pantas untuk A dan B belum tentu sama. Tetapi, memantaskan diri agar dicintai oleh dirimu sendiri lebih mudah dan efeknya bertahan untuk jangka panjang. Bonusnya, kepercayaan diri dan kenyamanan atas diri sendiri itu membuatmu bisa menjadi sosok yang lovable dan mudah dicintai. Aku, sih, pilih yang kedua. Kalau kamu? Oleh Syifa Nur Azizah STEI SEBI [email protected] PADA dasarnya, seorang muslim sejati pastilah mampu memahami bagaimana cara memanajemen diri. Namun, melihat kondisi saat ini ternyata masih banyak umat muslim yang gagal dalam memanajemen dirinya. Hal ini bisa dilatarbelakangi oleh ketidaktauan bagaimana cara memanajemen diri ataupun karena keterlenaan akan hal-hal yang sifatnya menjerumuskan. Maka dari itu sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara memanajemen diri kita agar apa yang kita lakukan senantiasa bermanfaat baik bagi kita maupun orang lain. Menurut KBBI, Manajemen berarti “Pengunaan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran”. Dari definisi tersebut,dapat diartikan bahwa manajemen diri adalah “penggunaan segala kemampuan yang ada dalam diri agar senantiasa menjadi oroduktif dan tidak terbuang sia-sia”. Ruang lingkup manajemen diri bagi seorang muslim dapat digolongkan menjadi 4 yakni Manajemen penampilan diri, Manajemen emosi, tutur kata dan tingkah laku, Manajemen interaksi dengan orang lain dan terakhir Manajemen Waktu. Berikut beberapa hadist yang menerangkan tentang ke-empat bagian manajemen tersebut. 1 Manajemen penampilan diri “Sesungguhnya allah itu indah dan senang dengan keindahan. Bila seseorang diantara kamu bermaksud menemui kawan-kawannya, hendaklah dia merapikan dirinya.” Muslim. 2 Manajemen emosi,tutur kata dan tingkah laku “Seseorang baru benar-benar dikatakan muslim adalah manakala muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. “HR Bukhari-Muslim 3 Manajemen interaksi dengan orang lain “Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada enam apabila engkau bertemu dengannnya ucapkanlah salam, apabila dia mengundangmu maka hadirilah, apabila dia meminta nasehatmu maka nasihatilah dia, apabila dia bersin maka do’akanlah dia, apabila dia sakit maka tengoklah, apabila dia meninggal maka antarkanlah.” HR Muslim 4 Manajemen waktu Hadist dari Mu’adz bin jabal sesungguhnya Nabi SAW bersabda ’’Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ditanya tentang 4perkara; Tentang umurnya dimana ia habiskan, Tentang waktu mudanya dimana ia habiskan, Tentang harta bendanya dari mana dan kemana ia belanjakan, dan Tentang ilmunya apa yang telah ia kerjakan.” HR Al-bazzar dan at-Thabrani dengan sanad shahih. Dari beberapa ulasan tersebut, maka sudah seharusnya kita memahami pentingnya manajemen diri bagi kita. Terlebih manajemen waktu, karena sejatinya ketika waktu berlalu demikian cepat, sedangkan segala yang berlalu tak akan kembali lagi maka sang waktu demikian berharga. Sebagaimana pepatah mengatakan “Saat hidup dibatasi oleh siang, saat istirahat dipagari oleh malam, saat muda akan bertemu dengan masa tua, dan pasti saat hidup akan berujung kematian. Maka sungguh waktu bagi satu-satunya pertaruhan, Waktu adalah kehidupan”. Wallahu alam Bishowab. [] Kirim OPINI Anda lewat imel ke [email protected], paling banyak dua 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi. WAHAI Muslimah, pernahkah kamu mendengar istilah memantaskan diri agar jodoh mendekat? memantaskan diri agar mendapat jodoh terbaik? Sebetulnya tidak ada yang salah untuk memantaskan diri untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Allah SWT berfirman, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga.” QS An Nur 26 BACA JUGA Berbahagialah Orang yang Berniat Melunasi Utangnya Luruskan niat memantaskan dirimu agar proses nya tak sia-sia di hadapan Allah SWT. Coba kamu perhatikan ikhtiar yang kamu lakukan dalam proses memantaskan diri apakah sesuatu yang ingin kamu capai demi penilaian manusia. Jika demikian maka bersiaplah untuk kecewa. Jika kamu memantaskan diri dengan tujuan mendapat penilaian atau pujian dari manusia, berhati-hatilah kamu menjadi orang yang “tidak pantas” untuk seseorang dengan apa adanya dirimu. Hal itu dikarenakan kamu menjadi seseorang yang disibukkan untuk mencapai standar orang lain. Simpelnya, kamu memantaskan diri untuk orang lain, dengan menuntut lebih atas dirimu. Melakukan banyak perubahan hanya demi mendapatkan penilaian orang lain. Mengabaikan potensi yang sesungguhnya ada pada dirimu demi mendapatkan cinta dari manusia, menjadi sosok manusia yang bukan dirimu. Sungguh akan melelahkan ketika kamu beruaha menggapai penghargaan dari orang lain, sedangkan kamu belum menghargai dan mencintai dirimu sendiri. Ketahuilah wahai saudariku, ketika kamu mencintai dirimu sendiri, kamupun akan mudah dicintai orang lain. Fokus saja terhadap kualitas diri yang akan kamu persembahkan untuk Allah. Jodoh itu sesuai cerminan diri, takperlu repot berpura-pura semuanya tampak sempurna. Terlebih jika berharapa pujian dari orang lain, berharap realita sesuai dengan keinginanmu. Hingga niatmu memantaskan diri hanya sebatas untuk manusia. Percayalah kebaikan itu hadir dari hati, ketulusan akan menyebar pada sekelilingmu. Fokuslah pada apa yang layak kamu berikan pada Allah SWT. Meningkatkan kualitas ibadah, mengembangkan potensi diri, mendewasakan mental, memperkaya wawasan, dan memberikan kontribusi terbaik dalam berkarya, adalah banyak hal dari proses memantaskan diri yang wajib kamu bangun. BACA JUGABolehkah Muslimah pakai Make Up? Niatkan dan persembahkan segalanya karena Allah semata, sebagai penunaian tugas sebagai hambaNya yang berkewajiban menanamkan manfaat terhadap diri sendiri maupun terhadap sekitarmu. Pantaskan diri untuk Allah, bukan untuk jodoh. Cukuplah hadirkan keyakinan padaNya, bahwa jodoh yang kelak Allah hadirkan, akan sebanding dengan kualitas dirimu. Insyaa Allah. [] Jakarta - Allah SWT memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk menyeimbangkan diri dalam perkara duniawi dan akhirat. Hal tersebut tentu saja karena keduanya sama-sama penting. Meski begitu, apabila sudah dirasa terlalu mencintai dunia, umat muslim dapat menerapkan sikap zuhud dalam kehidupan sehari-hari. Berikut arti dari zuhud beserta buku Awas, Ada Setan di Rumah Anda! yang ditulis oleh Ahmad Zacky El-Syafa, zuhud adalah keadaan meninggalkan kehidupan dunia yang dianggap berlebihan. Meninggalkan maksudnya tidak sepenuhnya menarik diri dari kehidupan dunia, melainkan meninggalkan ketergantungan dan rasa cinta yang berlebihan pada dunia. Dengan menyingkirkan halangan yang menutupi dalam beribadah kepada-Nya, seorang muslim yang zuhud dapat lebih fokus dan tenang dalam menjalani terdapat banyak orang yang masih salah paham dengan arti zuhud. Ada sebagian yang masih menyangka bahwa zuhud selalu identik dengan keterbelakangan, hidup miskin, seadanya, berpakaian kumal, dan lain sebagainya. Zuhud sendiri lebih tepat dikatakan sebagai sikap yang tidak terikat dengan cinta kekuasaan, cinta harta benda, dan hal-hal yang sifatnya duniawi. Zuhud menjadi salah satu hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi. Adapun menurut al-Taftazani, zuhud dalam Islam tidak bersyaratkan kemiskinan. Bahkan dalam beberapa kasus terdapat seseorang yang kaya dan pada saat yang sama merupakan seorang zahid, yakni sebutan untuk orang yang adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Keduanya sebagai orang terdekat Rasulullah yang dikenal sebagai hartawan sekaligus zahid dengan harta yang mereka miliki. Utsman bin Affan membekali pasukan Nabi Muhammad pada masa paceklik dan membeli sumur seorang Yahudi yang melarang kaum muslimin untuk menimba air sumurnya halnya dengan Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf juga tidak segan-segan memberikan harta niaganya maupun keuntungannya ketika kaum muslimin membutuhkannya. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda, "Jika di antara kamu sekalian melihat orang laki-laki yang selalu zuhud dan berbicara benar, maka dekatilah ia. Sesungguhnya ia adalah orang yang mengajarkan kebijaksanaan."Macam-Macam ZuhudFaidh Kasyani menyebutkan dalam bukunya Etika Islam Menuju Evolusi Diri bahwa zuhud memiliki tiga derajat atau tingkatan. Derajat pertama yang paling rendah adalah keinginan orang zuhud berupa selamat dari neraka dan siksa akhirat. Inilah zuhudnya orang-orang yang kedua berupa sikap zuhud karena ingin mendapatkan pahala dari Allah dan kenikmatan surga. Ini zuhudnya orang-orang yang berharap. Derajat ketiga dan paling tinggi adalah tidak mempunyai keinginan, kecuali kepada Allah dan perjumpaan dengan-Nya. Inilah zuhudnya orang-orang dari sudut pandang hukum, sikap zuhud dikategorikan menjadi wajib, sunnah, dan mubah. Zuhud wajib adalah zuhud dari barang haram, zuhud sunnah adalah zuhud dari barang halal, dan zuhud mubah adalah zuhud dalam barang-barang yang Menjelaskan Sikap ZuhudMenurut para sufi, zuhud adalah berpaling dan mencintai sesuatu ke arah yang lebih baik. Hal itu disebabkan pada pandangan bahwa kehidupan akhirat lebih baik daripada dunia, tentu saja karena kehidupan akhirat lebih baik daripada dunia. Itu semua berkaitan dengan kehidupan di dunia yang temporer dan mudah dari buku Tadabbur Cinta Nyanyian Cinta Para Sufi tulisan H. Ahmad Zacky El-Syafa, terdapat kisah Abu Bakar Ash Shiddiq yang menyedekahkan seluruh hartanya untuk kepentingan jihad Islam. Ia ditanya, "Apa yang engkau tinggalkan, wahai Abu Bakar?" Ia menjawab, "Abqaitu Allah wa rasulahu," yang artinya "Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya."Hal tersebut menandakan bahwa Abu Bakar Ash Shiddiq menganggap bahwa keimanan pada Allah dan Rasul-Nya menjadi kunci terbaik sebagai warisan darinya. Bukan materi berupa harta dan kekuasaan. Sebab hal yang bersifat duniawi akan menghalangi seseorang dalam menyembah Allah SAW menyatakan dalam sabdanyaاِزْهَدْ فِـي الدُّنْيَا ، يُـحِبُّكَ اللّٰـهُ ، وَازْهَدْ فِيْمَـا فِي أَيْدِى النَّاس ، يُـحِبُّكَ النَّاسُArtinya Zuhudlah kamu terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, maka mereka akan mencintaimu." HR Ibnu Majah.Adapun terkait salah satu tanda seseorang yang zuhud adalah tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al Hadid ayat 23لِّكَيْلَا تَأْسَوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوْا بِمَآ اٰتٰىكُمْ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۙArtinya Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan Orang yang ZuhudDinukil dari buku berjudul Mempertajam Mata Batin dengan Amalan Puasa Ya Man Huwa susunan Dr. Halimatussa'diyah, S. Ag., berikut adalah beberapa ciri-ciri orang yang zuhud1. Mengetahui bahwa kehidupan dan kesenangan dunia hanyalah sementara2. Mengetahui bahwa kehidupan akhirat itu kekal dan lebih baik3. Memandang bahwa dunia adalah tempat untuk menyiapkan kehidupan akhirat4. Mengeluarkan dari hati kecintaan pada dunia5. Memasukkan kecintaan pada Allah6. Melepaskan diri dari ketergantungan pada makhluk7. Mempunyai anggapan bahwa kebahagiaan bukan diukur dari materi, tetapi dari spiritualitas8. Memandang bahwa harta dan jabatan adalah amanah untuk manfaat orang banyak9. Menggunakan harta untuk berinfak di jalan Allah SWT10. Meninggalkan hal-hal yang berlebihan meskipun halal11. Menunjukkan sikap hemat, hidup sederhana, dan menghindari bermewah-mewahan12. Menjaga anggota tubuh agar terhindar dari segala yang dapat menjauhkan diri dari Allah SWT misalnya menjaga diri dari bicara kotor, selalu menyebut nama Allah SWT, menjaga pandangan, dan lain sebagainyaItulah penjelasan dari arti sikap zuhud dan macamnya. Dengan mengetahui hal-hal terkait sikap zuhud sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW, umat muslim dapat lebih bijak dalam mengendalikan hawa nafsu duniawi. - Kemandirian atau sikap mandiri dalam Islam merupakan jalan untuk menjaga harga diri seorang muslim yang beriman dengan hanya bergantung pada Allah dan bukan pada makhluk-Nya. Setiap muslim yang beriman hendaknya membangun kemandirian dalam dirinya. Sebab, kemandirian dapat menjadi jalan untuk menjaga harga diri dirinya. Dia tidak bergantung pada orang lain sehingga menghindarkannya dari sifat meminta-minta. Orang yang mandiri pantang untuk menengadahkan tangan pada makhluk Allah lainnya. Dia rela harus bekerja keras demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Satu-satunya tempat untuk menyandarkan beban dan berkeluh kesah hanyalah pada Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Mengutip buku Akidah Akhlak 2020, tuntunan dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam untuk hidup mandiri ada dalam sebuah hadits shahih. Nabi Muhammad bersabda ”Dari Abi Abdillah Zubair bin Awwam ra dari Rasulullah Saw, Beliau bersabda Sesungguhnya seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual, sehingga ia bisa menutupi kebutuhannya adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak.” Bukhari. Saat seseorang menunjukkan perilaku mandiri, maka dia memiliki kebebasan dari pengaruh orang lain. Orang tersebut mampu menentukan sendiri hal yang harus dilakukan, menentukan dalam memilih berbagai kemungkinan dari perbuatannya, dan mencari solusi sendiri dari masalah yang dihadapinya tanpa melibatkan campur tangan orang lain. Ciri Sikap Mandiri dalam Islam Mengutip laman UIN Walisongo, kemandirian adalah keadaan seseorang yang memiliki tekad berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Sufyarma dalam buku Kapita Selekta Manajemen Pendidikan 2003 50 menyebutkan ciri-ciri orang mandiri dapat dilihat dari sikap berikut 1. Progresif dan ulet. Contohnya yaitu bertekad kuat dalam meraih prestasi terbaik dengan usaha yang penuh ketekunan, terencana, dan bertahap mewujudkan harapannya. 2. Memiliki inisiatif. Artinya, orang yang mandiri mampu berpikir dan bertindak secaraoriginal, kreatif, dan penuh inisiatif. 3. Mampu mengendalikan dari dalam. Dia mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakannya, dan mampu mempengaruhi lingkungan dengan usahanya sendiri. 4. Kemantapan diri. Hal ini mencakup dalam aspek kepercayaan pada diri dan Contoh Sikap Mandiri dalam Islam Nabi Muhammad sangat menganjurkan umatnya untuk bisa mandiri dalam ekonominya. Orang yang hidup mandiri cenderung bebas hutang budi pada siapa pun. Dan, hikmah penting dari orang yang bertekad untuk selalu mandiri adalah memiliki derajat lebih baik dari peminta-minta. Mengutip laman NU, sekali pun hasil jerih payah sendiri menghasilkan hanya sedikit suap nasi, namun keadaan itu jauh lebih baik. Para nabi adalah contoh terbaik dalam kemandirian untuk menghidupi dirinya sendiri. Sebuah hadits menyebutkan "Dari Miqdam, dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda, 'Tiada sesuap pun makanan yang lebih baik dari makanan hasil jerih payahnya sendiri. Sungguh, Nabi Daud AS itu makan dari hasil keringatnya sendiri'.” HR Bukhari Kemandirian diukur dari perilaku seseorang dan bukan karena usianya. Orang lebih muda bisa jadi lebih mandiri dari orang yang lebih tua. Dan, kemandirian merupakan salah satu bentuk untuk mengubah nasib sendiri dari keadaan yang kekurangan menjadi situasi yang lebih baik. Allah pun memerintahkan hambaNya agar mau mengubah nasibnya sendiri. Hal itu bisa ditempuh dengan sikap mandiri di segala bidang. Dengan kerja keras, doa, dan tawakal akan menjadikan kemandirian menjadi berbuah manis bagi kehidupan. ”Sesungguhnya Allah Swt tidak akan merubah keadaan nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan nasib yang ada pada diri mereka sendiri.”QS. Ar-Rad 11 Baca juga Pengertian Sikap Disiplin dalam Islam Ciri, Contoh dan Hikmahnya Dalil Sholat Tarawih 11 Rakaat dan 23 Rakaat dalam Islam - Pendidikan Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Yulaika Ramadhani

memantaskan diri dalam islam