marga sinaga tidak boleh menikah dengan marga

Masyarakat Jawa itu sudah tidak memiliki identitas etnis. Tidak ada yang punya marga. Jadi menikah dengan siapa saja boleh. Mungkin berbeda dengan suku-suku lain yang harus menikah dengan marga tertentu," imbuhnya. Tidak sampai di situ saja, Agus juga sempat memberikan sebuah analogi tentang kedekatan orang Jawa dengan orang Sunda. Jikaibu yang melahirkan ibu kita ber marga A, perempuan bermarga A baik keluarga dekat atau tidak, tidak diperbolehkan saling menikah. 5.Marboru Namboru/Nioli Anak Ni Tulang Larangan berikutnya adalah jika laki-laki menikahi boru (anak perempuan) dari Namboru kandung dan sebaliknya, jika seorang perempuan tidak bisa menikahi anak laki-laki Sehinggakedua marga ini tidak boleh menikah. 5. Perkawinan Namarpadan Namarpadan/padan adalah ikrar janji yang telah ditetapkan leluhur antar marga untuk tidak saling menikah. Beberapa marga-marga yang berpadanan adalah: Hutabarat dan Silaban Sitio Manullang dan Panjaitan Sinambela dan Panjaitan Sibuea dan Panjaitan Punguanparna terdiri dari sekitar 66 marga, jadi ada 66 marga yang dianggap sama dan tidak boleh saling menikah. Oleh karna itu, sebelum memulai hubungan yang serius, bahkan saat mulai berkenalan, ada baiknya saling mempernalkan marga/ boru apa, dan kalo perlu bertanya pada orang tua kita, jangan-jangan kita kita marito dengannya, hehe 1 Namarpandan Namarpadan/ padan atau ikrar janji yang sudah ditetapkan oleh marga-marga tertentu, dimana antara laki-laki dan perempuan tidak bisa saling menikah yang padan marga. Misalnya marga-marga berikut ini: Hutabarat dan Silaban Sitio Manullang dan Panjaitan Sinambela dan Panjaitan Sibuea dan Panjaitan Partnersuche Für Akademiker Und Singles Mit Niveau. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Jolo tiniptip sanggar, laho bahen huruhuruan; Jolo sinungkun marga, asa binoto partuturon." Artinya "Batang pimping dipotong, untuk membuat sangkar burung; Tanyakan dulu marga, agar tahu kekerabatan."Itu etikanya kalau seorang pemuda Batak naksir pada seorang pemudi Batak yang belum dikenalnya. Entah itu di bus umum, kapal danau, pasar, gereja, pentas seni, pesta muda-mudi atau pesta menanyakan marga itu untuk memastikan keduanya tidak semarga. Atau mereka bukan dari dua marga yang menurut padan, perjanjian adat, tidak boleh saling menikah. Jika keduanya semarga, maka lupakan saja rasa cinta. Keduanya secara adat dianggap namariboto, saudara dan saudari sedarah. Pernikahan antara keduanya dianggap kawin sumbang yang dilarang dan terlarang. Atau jika keduanya, walau beda marga, berasal dari satu rumpun yang secara adat terlarang menikah, maka lupakan jugalah rasa cinta. Larangan seperti ini, berdasar padan, berlaku misalnya pada rumpun marga Parsadaan Naiambaton Parna, mencakup marga-marga Simbolon, Tamba, Saragi, dan Munte serta cabang-cabangnya, sekitar 80-an marga. Jadi, pernikahan Simbolon dan Saragi misalnya dianggap kawin sumbang, sehingga dilarang dan kritisnya, mengapa pernikahan semarga terlarang dalam masyarakat Batak Toba, walau secara biologis sebenarnya tidak ada lagi hubungan darah. Misalnya antara pemuda dan pemudi yang sudah terpisah ke samping sampai belasan sundut, generasi. ***Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu harus dipahami struktur masyarakat adat masyarakat adat Batak adalah struktus genealogis yang disebut Dalihan Natolu, Tungku Kaki-Tiga. Struktur itu tegak oleh tiga kelompok status utama yaitu hulahula, dongan tubu, dan kelompok tersebut terikat oleh hubungan sosial adat yang bersifat tegas, tidak dapat dipertukarkan. Hulahula adalah pihak marga pengambilan isteri. Boru adalah pihak marga penerima isteri. Sedangkan dongan tubu adalah kerabat sedarah atau semarga dari hulahula dan boru. 1 2 3 4 Lihat Sosbud Selengkapnya Published at 19 Mar 2021 Jakarta – Indonesia memiliki tujuh belas ribu lebih pulau yang di dalamnya menyimpan banyak keberagaman etnis, suku bangsa dan kebudayaannya. Salah satu suku bangsa di Indonesia yang terletak di Sumatera Barat yakni suku Batak. Banyak yang beranggapan bahwa suku batak merupakan suku yang identik dengan suaranya yang terkesan keras dan besar serta sikap apa adanya dalam berbicara. Hal ini disebabkan oleh banyaknya media telivisi yang membuat karakter orang batak seperti yang disebutkan diatas pada umumnya. Dikutip dari kali ini kita akan membahas mengenai fakta menarik tentang kebudayaan suku Batak yang jarang diketahui dan dibahas secara umum atau disebarkan melalui media-media. Fakta ini dijamin bikin kamu ingin berkunjung ke Sumatera Utara! 1. Mandok Hata Mandok Hata memiliki arti yaitu bercakap-cakap sebelum menjelang tahun baru. Hal ini adalah salah satu kebiasaan bagi orang batak. Tradisi ini biasanya dilaksanakan sewaktu kumpul bersama keluarga besar dan saling bercerita mengenai refleksi atau evaluasi setahun setelah itu dilanjutkan dengan saling meminta maaf kemudian merencanakan apa yang akan dicapai di tahun yang akan datang. Biasanya tradisi ini dimulai dari orangtua setelah itu ke anak. 2. Pantangan menikah dengan satu marga Khusus untuk orang batak, sangat terlarang untuk mereka menikah dengan seseorang yang satu marga dengannya. Atau tidak satu marga dengannya tetapi masih saudara dalam hubungan silsilah. Di dalam kebudayaan batak, anak batak beberapa marga masih dianggap satu silsilah sehingga bisa dikatakan sebagai saudara. Jadi tidak boleh baginya untuk menikah. Untuk itu di dalam setiap perkenalan pasti selalu ditanya apa marganya agar tidak tersandung cinta yang terlarang yang disebabkan marga. 3. Menikah dengan pariban sepupu Ada istilah dalam suku batak yakni pariban yang memiliki arti sepupu. Sepupu di sini merupakan jodohnya. Tetapi tidak sembarang sepupu lho, karena tidak semua sepupu dapat dinikahi. Sepupu yang dimaksud disini adalah jika ada seorang perempuan maka dapat menikah dengan anak laku-laki dari adik perempuan ayah. Sedangkan jika ada seorang laki-laki maka menikah dengan anak perempuan dari adik laki-laki ibu. 4. Mangulosi Ulos merupakan kain tradisional dari batak. Hal ini sama dengan kain batik dari jawa dan kain tenun dari NTT. Terdapat bermacam jenis ulos dan hal ini tergantung dari fungsi pemakainnya. Di dalam upacara baik itu pernikahan ataupun kematian biasanya menggunakan kain ulos yang berbeda. Tetapi tidak jarang hal ini juga menunjukkan strata seseorang dalam lingkungan sosial. 5. Tuhor Tuhor memiliki arti uang yang digunakan untuk menebus perempuan ketika hendak dilamar oleh laki-laki. Uang tuhor ini nantinya akan digunakan untuk biaya pernikahan, membeli kebaya pernikahan, kebutuhan pernikahan. Dan semua ini tergantung kesepakatan pihak laki-laki dan perempuan. Besarnya tuhor tergantung dari tingkat pendidikan perempuan. Semakin tinggi pendidikan dan posisi pekerjaan maka akan semakin besar pula tuhornya. Hal ini kerap dilakukan oleh sebagian besar orang batak yang masih memegang erat kebudayaan adat. Tapi, bagi orang batak yang lebih moderat sudah tidak akan mempermasalahkan tuhor lagi. Kalau sudah sama-sama saling mencintai maka akan dipermudah tuhornya. 6. Memiliki beberapa sub suku Sama halnya seperti suku jawa, batak juga mempunyai beberapa sub suku. Jika pada suku jawa yang kita ketahui sendiri memiliki beragam dan bisa dikatakan dibedakan dari daerah asalnya seperti Surabaya, Yogyakarta, Solo dan Malang. Walaupun secara keseluruhan sama dalam suku jawa tapi mempunyai perbedaan baik dari segi bahasa, kebiasaan ataupun budayanya. Demikian pula dengan suku batak yang mempunyai beberapa sub suku yaitu Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Simalungun. 7. Martarombo Orang Batak sangat senang dengan Martarombo atau bertutu dan mencari-cari hubungan satu dengan yang lainnya. Jadi semisal ketika bertemu dengan orang, maka hal yang biasa ditanyakan adalah apa marganya, selanjutnya akan berusaha mencari hubungan pertalian dengan sesama marganya sendiri. Yang akan terjadi adalah hampir ada hubungan saudara sesama orang batak ketika mereka bertemu. Meskipun terlihat bernada keras saat berbicara, ternyata suku batak memiliki keistimewaan dalam hal kebudayaanya. Semoga dirimu semakin mengenal suku bangsa Indonesia ya guys. Foto bertahun 1894, sebuah keluarga besar Batak Toba Orang Batak mempercayai mereka berasal dari Si Raja Batak di Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Si Raja Batak mempunyai dua anak, Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Versi lainnya menyebut sesungguhnya Si Raja Batak punya tiga anak, satu lagi yang paling bungsu bernama Toga Laut. Namun Toga Laut disebut mengembara ke arah utara menuju Aceh dan tidak pernah kembali di masa Sorimangaraja berinisiatif mendamaikan masalah perkawinan sumbang ini dan mengambil beberapa keputusan yang menjadi prinsip-prinsip adat dalam kebudayaan Batak yang diwarisi sampai sekarangMengutip buku "Tarombo Marga ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung 1991, dari istrinya bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan mempunyai sembilan orang anak, lima laki-laki dan empat perempuan. Lima laki-laki yakni Raja Biak-biak, Tuan Sariburaja, Limbong Mulana, Sagalaraja, dan Malauraja. Empat perempuan yakni Si Boru Pareme, Si Boru Anting Sabungan, Boru Biding Laut, dan Boru Raja Isumbaon mempunyai tiga orang anak yaitu Tuan Sorimangaraja, Raja Asi-asi dan Sangkarsomaling. Dari keturunan Raja Tatea Bulan terjadi perkawinan incest atau perkawinan sedarah antara Tuan Sariburaja dengan adik kandungnya Si Boru Pareme. Dalam cerita yang berkembang, Tuan Sariburaja dan Si Boru Pareme sebenarnya lahir marporhas lahir kembar dengan jenis kelamin yang berbeda. Foto bertahun 1910-1930, perkampungan Batak TobaSi Boru Pareme hamil dan itu membuat murka saudara-saudaranya yang lain. Hal itu yang akhirnya menyebabkan perpecahan antara Sariburaja dengan adik-adiknya. Sariburaja memilih untuk melarikan diri ke hutan meninggalkan si Boru Pareme yang sedang hamil. Si Boru Pareme pun juga dibuang ke hutan. Di sana dia melahirkan putra yang sedang dikandungnya dan diberi nama Lontung atau dikenal kemudian Si Raja Juga Kisah Babiat Sitelpang, Legenda Harimau yang Menjadi Ompung Bagi Orang BatakDalam pengembaraan, Sariburaja kemudian menikah dengan Nai Mangiring Laut. Dari istri barunya ini lahirlah seorang anak yang bernama Borbor yang kemudian dikenal Si Raja Si Raja Lontung kemudian mengawini ibunya sendiri, Si Boru Pareme. Mengutip dari buku “Kamus Budaya Batak Toba” karangan Marbun dan Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987, Si Raja Lontung mempunyai tujuh putra dan dua putri. Ketujuh putra itu yakni Sinaga Raja, Tuan Situmorang, Pandiangan, Toga Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Dua putri yakni Si Boru Anakpandan yang menikah dengan marga Sihombing dan Si Boru Panggabean yang menikah dengan semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah sembilan orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing mengutip buku W. Hutagalung, kemudian terjadi friksi antara keturunan Si Raja Lontung dan Si Raja Borbor. Perselisihan tersebut berlanjut kepada keturunan masing-masing, dimana keturunan Raja Borbor kemudian beraliansi dengan keturunan Limbong Mulana, Sagalaraja dan Malauraja kontra keturunan Si Raja ini kemudian terus berlanjut dimana keturunan Si Raja Borbor tidak mau memanggil "abang" kepada keturunan Raja Lontung. Aliansi keturunan Raja Borbor malah menggunakan panggilan "amangboru" bukan "abang".Baca Juga Sibiangsa, Ritual dan Senjata Mengerikan dari Tanah BatakDengan terjadinya perkawinan incest atau kawin sedarah ini, maka dirasa sulit untuk menentukan posisi adat seperti "hula-hula", "dongan sabutuha" dan "boru".Lalu muncullah Tuan Sorimangaraja, putra dari Raja Isumbaon yang berinisiatif mendamaikan masalah perkawinan sumbang ini dengan mengambil beberapa keputusan yang pada akhirnya menjadi prinsip-prinsip adat dalam kebudayaan Batak yang diwarisi sampai Tuan Sorimangaraja adalah 1. Bahwa sesuatu masalah dapat dipecahkan dalam musyawarah untuk mendapat kesepakatan antara keturunan Si Raja Lontung, Borbor Bersatu, dan Tuan Bahwa perkawinan sesama saudara adalah tabu. Tidak diperkenankan terjadi dalam keturunan Si Raja Bahwa segala "horja" dan bentuk peradatan, baru dapat berlaku apabila telah mendapat dukungan dari Raja Lontung, Borbor Bersatu dan Tuan Sorimangaraja. Ibarat tungku yang sama besar kokoh menampung periuk di atasnya. Foto bertahun 1894, anak-anak di depan rumahKeputusan ini dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang diabadikan dalam bentuk janji. Kemudian janji tersebut menjadi sumber hukum adat Batak yang disebut dengan Dalihan Na Tolu atau Tungku Nan Juga Foto-foto Nenek Moyang Orang BatakPada perkembangannya sampai saat ini, keturunan Tuan Sorimangaraja-lah yang paling ketat menjalankan aturan bahwa perkawinan sesama saudara adalah tabu. Tuan Sorimangaraja mempunyai tiga istri yakni1. Si Boru Anting Malela alias Si Boru Anting Sabungan atau Nai Si Boru Biding laut atau Nai Si Boru Sanggul Haomasan alias Nai pertama Nai Ambaton melahirkan putra pertama bernama Tuan Sorba Dijulu alias Ompu Raja Nabolon. Ompu Raja Nabolon kemudian digelari Nai Ambaton, menurut nama ibunya. Sampai sekarang semua keturunannya dinyatakan sebagai keturunan Nai Ambaton atau Parna Parsadaan nai Ambaton.Ompu Raja Nabolon mempunyai empat orang anak yakni Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munte Tua. Versi lain menyebut anak Ompu Raja Nabolon ada 5 dengan tambahan Nahampun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluh-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut generasi, mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang dibuat Tuan Sorimangaraja yang melarang perkawinan antar sesama saudara. [] Pernikahan atau perkawinan dengan seorang pariban merupakan perjodohan dimana pernikahan antara pengantin wanita yang memiliki marga boru yang sama dengan marga boru ibu dari pengantin pria. Perkawinan pariban dalam adat Batak Toba adalah sah dan dapat dilakukan, karena sah menurut Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1. Secara umum suku bangsa Batak mempunyai 6 enam sub-suku yaitu Batak Toba, Banyak ditemukan di Pulau Samosir dan sekitar danau Toba. Batak Mandailing, Banyak ditemukan di sekitar Tapanuli Selatan. Batak Angkola, Banyak ditemukan di Angkola dan Sipirok. Batak Karo, Banyak ditemukan di Kabupaten Karo. Batak Simalungun, banyak ditemukan di Kabupaten Simalungun. Batak Pakpak, Banyak ditemukan di Kabupaten Dairi atau Pakpak. Suku Batak sebagai salah satu etnis yang telah lama mendiami wilayah Indonesia, memiliki sistem kepercayaan yang dinamakan Sistem Kepercayaan Adat Batak. Sistem ini terkait dengan sistem garis keturunan ayah atau yang lebih dikenal dengan patrilineal yang memberikan tempat bagi seorang anak laki-laki lebih utama dibandingkan anak perempuan dalam sebuah keluarga. Ini budaya yang sudah mendarah daging bagi orang Batak. Iklan Lahirnya anak laki-laki dalam kehidupan adat Batak memiliki peran penting dalam suatu keluarga. Para wanita selalu mendambakan agar mempunyai iboto anak laki-laki agar kebahagiaannya tidak luntur. Ricardo Renaldi Sinaga mengungkapkan Sistem Hukum Adat dalam suku Batak khususnya Batak Toba, mengatur seluruh peristiwa kehidupan dalam masyarakat. Mulai peristiwa kelahiran, kekeluargaan, persaudaraan, menuntun jalan hidup, perkawinan, dan mengatur hingga peristiwa kematian yang memperoleh porsi pengaturan istimewa dalam adat Batak. Hukum Perkawinan Adat Batak mengenal adat pariban, yakni ,mempelai Pria dan mempelai perempuan mempunyai hubungan keluarga sebagai saudara sepupu kandung berbeda marga. Pafriban banyak dibicarakan karena berhubungan dengan adat, silsilah, dan juga kepribadian dari orang Batak. Masyarakat Batak Toba menganut sistem perkawinan eksogami, yaitu seorang Batak hanya boleh kawin dengan orang di luar marganya. Sistem perkawinan ini tidak boleh dilanggar. Jika seorang Batak melanggar dan melakukan perkawinan dengan yang semarga, orang yang melakukan perkawinan tersebut akan dihukum pemuka-pemuka adat. Bentuk perkawinan yang terdapat pada masyarakat Batak Toba adalah bentuk perkawinan jujur, karena keluarga pihak laki-laki menyerahkan jujur kepada pihak keluarga perempuan. Di dalam bahasa Batak Toba jujur itu disebut sinamot, biasanya sinamot berupa uang tetapi ada juga berupa barang yang besar atau jumlahnya sesuai dengan kesepakatan para pihak Pariban sebenarnya menjodohkan seorang anak laki-laki dan perempuan pada waktu di dalam kandungan tetapi sekarang kebanyakan orang Batak sudah tidak menjodohkan anak seperti itu, melainkan ketika anak mereka sudah dewasa, para orang tua batak menjodohkan anak mereka pada keluarga mereka sendiri. Namun pada zaman sekarang para orang tua sudah jarang menjodohkan anak-anaknya. Anak-Anak yang sudah dewasa ingin menikah dengan "pariban"-nya sendiri tanpa ada paksaan orang tua. Contoh Pariban Versi Pria Kamu memiliki marga Sinaga dan ibu kamu memiliki marga Ambarita Boru Ambarita. Lalu kamu menemukan perempuan dengan marga Ambarita Boru Ambarita. Tetapi dengan syarat Ibunya perempuan tersebut tidak marga Sinaga Boru Sinaga. Agar kamu bisa menikahi perempuan tersebut. Itulah yang disebut "pariban" yang bisa kamu nikahkan Versi Wanita Kamu memiliki marga Sinaga Boru Sinaga dan ibu kamu memiliki marga Ambarita Boru Ambarita, Lalu kamu menemukan pria dengan marga Situmorang. Dan ibu pria tersebut memiliki marga Nababan Boru Nababan. Itulah yang disebut pariban yang bisa kamu nikahkan, namun jika pria tersebut memiliki marga Ambarita, ia Tersebut tidak bisa kamu nikahkan. Perkawinan suku Batak dikenal perkawinan yang tidak boleh dilaksanakan atau incest semarga. Perkawinan incest dalam adat Batak bisa terjadi apabila pernikahan dilakukan oleh dua orang dengan marga yang sama semarga, perkawinan dilakukan apabila seorang laki-laki memiliki marga yang sama dengan ibu dari seorang perempuan martulang dan perkawinan dilakukan oleh dua orang yang berbeda marga, namun diantara leluhur kedua marga tersebut berkerabat dari sumpah leluhur marsipadan. Pemaknaan perkawinan sedarah dilarang atau tidak diperbolehkan di Indonesia tidak hanya menjadi wilayah aturan hukum yang berlaku dalam Sistem Kepercayaan Adat Batak, melainkan pula secara jelas dan tegas dilarang juga. Sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 8 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa Perkawinan dilarang antara dua orang yang "Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antar saudara antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara seseorang dengan saudara neneknya" Perkawinan Pariban adalah perkawinan ideal di dalam kebudayaan adat BatakToba, di mana perkawinan tersebut terjadi antara seorang pemuda dengan putri seorang laki-laki ibunya. Demikian juga bila seorang laki-laki kawin dengan putra saudara perempuan ayah yang dapat disebut sebagai menikahi pariban. Pernikahan atau perkawinan menurut hukum adat pada dasarnya mempunyai perbedaan peraturan dengan ketentuan hukum nasional. Perkawinan pariban menurut adat Batak Toba apabila dilakukan, maka perkawinan pariban tersebut adalah sah menurut hukum adat Batak Toba. Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, di dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 terdapat tentang ketentuan syarat sahnya seseorang yang akan melakukan suatu perkawinan, yaitu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Jadi masyarakat adat Batak Toba melakukan pernikahan pariban dapat dianggap sah apabila sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing serta perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam tata cara pelaksanaan penerapan suatu peraturan perundang-undangan, mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam Perundang - undangan maupun di dalam peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 selain memuat Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 mengenai syarat sahnya perkawinan, terdapat juga Pasal 8 yang di dalamnya memuat mengenai larangan-larangan perkawinan. Merujuk pada isi dari Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1974 Nomor 1, maka perkawinan adat Batak Toba khususnya perkawinan pariban apabila dilakukan akan mengakibatkan perkawinan tersebut sah, karena mengacu kepada Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1 yang mengatur mengenai keabsahan perkawinan pariban di dalam adat Batak Toba. Ikuti tulisan menarik Ricardo Renaldi lainnya di sini. MEDAN – Karo merupakan salah satu suku yang ada di Sumatera Utara Sumut. Karo juga merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumut yang terletak di dataran tinggi. Kabupaten Karo ini memiliki keindahan alam dengan nuansa pegunungan dengan udara yang sejuk dan memproduksi buah dan sayur yang segar. Sebagian besar penduduk asli dari Kabupaten Karo adalah Suku Karo atau Batak Karo yang tersebar di semua kecamatan di Karo. Baca juga SOSOK Averiana Barus, Pebisnis Fashion Etnik Karo, Memilih Jalan Hidup yang Menantang Suku ini juga menggunakan bahasa yang disebut Bahasa Karo dalam berkomunikasi sehari-hari selain Bahasa Indonesia. Suku Karo yang mempunyai lima marga merga yang sering disebut dengan “Merga Silima atau marga yang lima”. Kelima marga tersebut terbagi menjadi 82 cabang marga, dengan jumlah sub marga yang bervariasi antara 13 hingga 18. Dalam Adat Batak ini, suku yang membawa marga adalah pihak laki-laki dan orang yang memiliki marga sama tidak disenangi bila menikah. Hal ini dikarenakan yang semarga dianggap saudara sedarah atau kekerabatan paling dekat sehingga dilarang untuk menikah. Apabila terjadi pernikahan sama saja seperti menikah dengan saudara kandung sendiri. Baca juga Lirik Lagu Karo Teman Metua by Narta Siregar Berikut ulasan tentang Suku Karo yang terdiri dari lima marga, ada yang dilarang untuk menikah. 1. Marga Ginting Marga ginting termasuk dalam unit eksogami yang memiliki larangan dari adat istiadat untuk menikah antara anggota sesama marga nya. Eksogami yamng dimaksud adalah sebuah sistem perkawinanyang terjadi di luar kelompok suku tertentu, hal ini wajib di patuhi untuk seluruh marga ginting dalam menghormati tradisi adat batak yang telah di wariskan dari turun temurun. Terdapat beberapa sub marga seperti Ajartambun, babo, Beras, Cabap, Gurupatih, Garamata, Jandibata, Jawak, Manik, Munte, Pase, Seragih, Suka, Sugihen, Sinusinga, Tumangger. 2. Marga Karo Selain marga ginting, marga karo juga dilarang untuk menikah sesama anggota marga nya yang termasuk dalam unit eksogami ini. Apabila Tribuners melanggarnya , memiliki konsekuensi hukum adat yang sangat berat seperti perilaku pelanggatan yang sama tidak boleh diulangi lagi dengan generasi yang lain. Terdapat beberapa sub marga seperti Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Ketaren, Kemit, Jung, Purba, Sinulingga, Sinukaban, Sinubulan, Sinuraya, Sitepu, Sinuhaji, Surbakti, Samura, Sekali. 3. Marga Tarigan Dan marga tarigan juga termasuk dalam unit eksogami yang memiliki larangan untuk menikah dengan anggota sesama marga. Terdapat beberapa sub marga seperti Bondong, Gana-gana, Gersang, Gerneng, Jampang, Purba, Pekan, Sibero, Tua, Tegur, Tambak, Tambun, Silangit, Tendang. 4. Marga Perangin-angin Namun berbeda dengan marga perangin-angin yang dapat melakukan pernikahan sesama marga, karena antara sub marga tertentu dalam marga yang sama. Terdapat beberapa sub marga seperti Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Nano, Menjerang, Uwir, Pinem, pancawan, Panggarun, Ulun Jandi, laksa, Perbesi, Sukatendel, Singarimbun, Sinurat, Sebayang dan Tanjung. Baca juga Chord Gitar dan Lirik Lagu Karo Sayang Kel Aku Karya Ersada Sembiring 5. Marga Sembiring Marga perangin-angin sama seperti marga sembiring, diperbolehkan untuk melakukan pernikahan sesama marga, karena antara cabang marga tertentu dalam marga yang sama. Terdapat beberapa sub marga seperti Berahmana, Busuk, Depari, Colia, Keloko, Kembaren, Muham, Meliala, Maha, Bunuaji, Gurukinayan, Pandia, Keling, Pelawi, Pandebayang, Sinukapur, Sinulaki, Sinupayung, dan Tekang. cr16/

marga sinaga tidak boleh menikah dengan marga